Tampilkan postingan dengan label Marketing. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Marketing. Tampilkan semua postingan

Rabu, 13 Mei 2009

Kapan saatnya merubah tagline


Oleh M Ismail
Tagline merupakan sebuah pernyataan, janji atau klaim merk terhadap pasar (konsumen). Semakin tinggi tingkat persaingan maka semakin penting sebuah merk memiliki tagline baik tangible (rasional) atau intangible (emosional). Melalui tagline keunggulan produk di verbalkan. Oleh karena iitu, ketika merk mulai memasuki pasar (persaingan) maka tagline dibutuhkan. Entah bentuknya verbal ataupun visual. Yang pasti sebuah tagline harus dikomunikasikan dan dibangun untuk mewujudkan dan membuktikan keunggulan (value) merk hingga target konsumennya percaya akan keunggulan merk melalui tagline tersebut.


Ketika sebuah merk misalnya merk KPC mengklaim dirinya sebagai “Ayam goreng paling enak” berarti si pemilik produk sudah menganalisa pasar dan membuktikan bahwa hanya ayam goreng KPC yang paling enak dalam persaingan pada pasar “ayam goreng”.

Namun bisnis selalu berubah, sekarang ini ayam goreng KPC paling enak mungkin saja besok ada ayam goreng merk lain yang rasanya lebih enak. Ternyata benar, ada merk lain yaitu ayam goreng McDoel dengan rasa yang jauh lebih enak. Apalagi McDoel memiliki kelebihan lain yaitu harga lebih murah dan tempat yang lebih nyaman. McDoel mengklaim dengan tagline “McDoel pasti disuka ”. Terbukti semakin banyak pelanggan KPC yang beralih membeli ayam goreng McDoel. Tentu saja pemilik KPC kebakaran jenggot. Apa yang harus dilakukan?

Secara teori bila sebuah merk memiliki keunggulan yang sama dengan merk-merk lain, maka merk tersebut harus mencari nilai tambah secara konten atau konteks. Secara konten, kualitas produk ditingkatkan misal rasa ayam goreng KPC dibuat bermacam-macam dengan rasa selera nusantara seperti pedas, gurih, manis, pedas manis, dan aneka rasa nusantara lainnya. Secara konteks, suasana, pelayanan dan ruang makan lebih ditingkatkan sesuai karakter konsumen. Atau hanya melakukan salah satu, konten atau konteks.

Rumusnya adalah:
Brand insight = Consumers insight = Positioning : Tagline *

Setelah KPC melakukan analisa pasar, orang Indonesia memiliki lidah berbeda-beda. Orang padang suka pedas, orang jawa suka manis, orang sunda suka gurih, dan selera nusantara lainnya. Karakter konsumen memiliki typikal yang khas. Orang Indonesia tidak peduli harga yang penting rasa. Dan juga setelah diselidiki ternyata rasa ayam goreng Mcdoel terbatas pada rasa gurih dan manis. Wah, strategi KPC sangat tepat untuk menandingi McDoel bahkan dengan yakin konsumen McDoel akan pindah ke KPC.
Maka dari hasil analis pasar ini, KPC semakin semangat meningkatkan nilai tambah ayam gorengnya dan dengan harga yang sama. Karena hanya cara ini KPC dapat meraih konsumennya kembali.

Bagaimana dengan tagline KPC yang sudah dikenal konsumen yaitu Ayam goreng paling enak. Apakah masih relevan dengan nilai tambah tadi?

Untuk mengkomunikasikan bahwa ayam goreng KPC tidak hanya paling enak tapi juga sesuai selera nusantara maka tagline pun akhinya disesuaikan. Maka muncullah tagline baru KPC yaitu sesuai selera nusantara.

Setelah tagline tersebut dikomunikasikan, tentu KPC harus sungguh-sungguh membuktikan klaim tagline tersebut kepada konsumen.

Apakah KPC akan berhasil mengungguli MCDoel? Konsumen yang menentukan.

Kesimpulannya adalah Tagline bisa diganti sesuai dengan perkembangan pasar. Bila tagline sebuah merk sudah tidak relevan lagi dengan keunggulan (nilai) sebuah merk maka sebaiknya tagline harus di remajakan (diperbarui).

Cukup sampai disini. Bagaimana pendapat anda?

*)
- Brand insight: keunggulan produk secara konten dan konteks
- Consumers insight: keinginan dan kebutuhan konsumen secara rasional (makan ayam goreng KPC, minum teh botol nyosro, naik mobil MasDa) dan emosional (seperti gaya hidup, gengsi, status, kepercayaan diri, dan sebagainya).
- Positioning: Memposisikan keunggulan produk/merk diantara merk-merk lainnya.
- Tagline: Janji produk/merk yang diimplementasikan dalam bentuk copy/naskah. Meski sebenarnya tagline bisa juga dalam bentuk visual.

Komentar yang sangat menarik dari AFZ di:
http://www.facebook.com/note.php?note_id=102961559761&comments=

" tagline hanya salah satu brand element. keberadaannya tidak menjadi keharusan. komunikasi tidak bergerak linear, dari kemurnian brand ke kemurnian target konsumen. sekian keribetan ikut berkecimpung dalam pengambilan keputusan. keterhubungan Brand insight dan consumers insight itulah tugas pesan komunikasi.... bahkan dalam level krodit media... akan hanya menjadi sentuhan saja, sehingga dibutuhkan kedalaman lagi..... maka harus mencapai engagement dan kolaborasi menjadi sangat efektif......
iklan cetak pelembut-pewangi pakaian yg dicapture ajah tidak ada taglinenya......
kenapa begitu keburu2 mempertanyakan pergantiannya? teknologi komunikasi terus menggerus paradigma komunikasi termasuk periklanan..... Obama masih pake tagline Changes.... tapi strategi kampanye jauh lebih penting dari pada sekadar tagline..... Target audience semakin tdk percaya dg iklan, semakin terhubung, semakin real time, semakin mengglobal...... benar memang konsumen tdk memberi produk tapi brand.... tapi industri kreatif....konsumen membeli kreatifitas bukan brand atw produk...... nah masih kah kita bertahan dalam paradigma lama...?"


Related articles:
- Positioning
- Syarat sebuah iklan yang berhasil
- Hard sale soft sale.html

Read More...

Minggu, 03 Mei 2009

Iklan yang menjual


Oleh M. Ismail
Artikel ini merupakan lanjutan dari artikel sebelumnya dengan judul yang sama yaitu Syarat sebuah iklan yang berhasil yang kontennya terdiri dari 6 syarat yaitu 1. Menjual 2. Persuasif 3. Unik 4. Relevan 5. Simpel dan 6. menghibur. Pada artikel lanjutan ini saya akan menjelaskan syarat pertama yaitu “menjual” diantara 6 syarat lainnya.


Mungkinkah sebuah iklan dapat menjual? Apa saja konten/kontex iklan yang menjual

Sekedar kilas balik coba kita bertanya mungkinkah pemilik produk berani mengeluarkan dana yang cukup besar untuk agency hanya untuk membuat iklan yang hanya sekedar bagus secara visual namun tidak komunikatif dan menjual. Meskipun di sisi lain ide dan kreatifitas sangat dijunjung tinggi dalam industri periklanan namun tetaplah yang menjadi prioritas utama adalah apa tujuan beriklan.

Apa sebenarnya yang di maksud dengan “iklan yang menjual”?

Untuk menjawab pertanyaan ini sebaiknya kita menganalisa terlebih dahulu apa tujuan (objective) dan untuk siapa iklan dibuat (target market).

Objective
Tujuan yang utama adalah menciptakan dan meningkatkan brand awareness. Brand awareness itu sendiri maksudnya adalah pengetahuan dan kesadaran/ingatan konsumen tentang produk yang diiklankan. Semakin tinggi ingatan konsumen (top of mind) terhadap produk tentunya akan semakin berhasil eksistensi produk di pasar. Pertanyaannya adalah apakah top of mind = penjualan. Apakah meningkatnya brand awareness meningkat juga penjualan.

Menurut saya peningkatan brand awareness tidak paralel dengan peningkatan penjualan. Karena apa yang terjadi di pasar bukan lagi sekedar awareness tapi sudah berubah menjadi "action" yaitu tindakan untuk pembelian. Begitu banyaknya informasi tentang berbagai produk yang diterima oleh konsumen membuat awareness yang masih dalam benak konsumen bisa pindah ke merk lain yang didukung dengan program-program menarik dan penawaran-penawaran spesial seperti diskon, hadiah, dan sebagainya. Begitulah yang terjadi, ketika si konsumen memasuki swalayan maka beragam produk akan menyerbu perhatiannya. Meski swalayan bukan satu-satunya saluran distribusi tapi saat ini pertumbuhan swalayan terutama di perumahan dan kini memasuki perkampungan sangat pesat. Oleh karena itu, meski top of mind sebuah merk sudah tinggi tapi bila tidak diikuti strategi promosi lain yang tepat maka menurut saya top of mind merk tersebut sia-sia. Strategi untuk mendukung bisa saja dengan event program, membentuk komunitas untuk membangun konsumen loyal , bagi-bagi hadiah, dan lain sebagainya.

Tapi harus diakui ada beberapa iklan yang berhasil merangsang konsumen untuk mencoba produk/melakukan pembelian dalam waktu yang singkat karena penasaran dengan iklannya. Namun untuk jangka panjang dan seiring dengan persaingan beriklan saja tidak cukup. Apalagi untuk produk baru hmmm,…. harus mateng-mateng membuat strategi terutama dalam beriklan yang membutuhkan dana sangat besar.

Ada pendapat bahwa fungsi iklan tidak untuk menjual tapi untuk awareness dan membangun merk. Iklan dibuat untuk memancing rasa ingin tahu konsumen sehingga dapar merangsang konsumen untuk mencoba produk yang diiklankan. Namun menurut saya “merangsang” konsumen untuk mencoba sebenarnya adalah kata lain dari iklan yang menjual. Artinya iklan tersebut mampu membangkitkan keinginan konsumen baik secara rasional maupun emosional (impulsif) untuk mencoba artinya berarti konsumen melakukan pembelian.

Target market
Dengan mengetahui target market secara lebih spesifik akan sangat menentukan keberhasilan strategi komunikasi dan kreatif. Demografi (wilayah dimana target market berada), SES (Social Economic Status) yaitu status ekonomi target market apakah level A, B, C, atau D dan Psikografi adalah karakter atau perilaku target market. Ketiga hal ini merupakan poin-poin penting dalam menentukan spesifikasi target market. Semakin spesifik dan detil target market maka akan sangat membantu dalam mencari dan menentukan strategi komunikasi dan kreatif yang tepat. Misalnya iklan produk mancanegara tapi menyasar ke SES C dan D seperti iklan Cocacola. Meski produk mancanegara tapi iklannya bergaya dangdut.

Semakin dekat karakter dan budaya target market yang diusung iklan akan semakin berhasil iklan tersebut mempengaruhi keputusan konsumen untuk mencoba dan membeli produk. Semakin dekat merk pada karakter, budaya dan gaya hidup target market akan semakin dekat merk tersebut pada kehidupan target market maka semakin kuat pula posisi merk tersebut dalam benak konsumen. Bukankah ini menjadi impian para pemilik produk bahwa merk produknya menjadi bagian dari kehidupan konsumennnya. Tentunya merk bukan dalam arti fisik tapi merk dalam arti value atau manfaat produk.

Setelah mengetahui objective iklan dan mengexplorasi target market secara lebih detil dan spesiifik maka inilah langkah awal yang tepat dalam menciptakan strategi komunikasi dan strategi kreatif sehingga diharapkan akan muncul konsep dan ide kreatif iklan yang memiliki pengaruh kuat terhadap benak konsumen untuk mencoba produk.

Baik, saya coba mengambil kesimpulan dari analisa ke dua faktor di atas terhadap efektifitas sebuah iklan bahwa iklan yang menjuak adalah:

1.Dapat menciptakan keinginan konsumen untuk mencoba produk karena keunggulan produk yang ditampilkan pada iklan sangat menarik dan unik.

2. Dapat menciptakan citra baru keunggulan produk dibandingkan produk yang sejenis baik secara rasional/keunggulan konten maupun emosional: gaya hidup, gaul, gengsi, percaya diri, dan sebagainya.

3. Memiliki karakter/pendekatan gaya hidup yang sama dengan target. Ada konsumen dengan tipe pemimpi seperti ibu -ibu yang selalu ingin hidup bergaya modern dan tampil lebih cantik, atau bapak-bapak yang masih penuh semangat dan ingin tampil lebih muda, bisa juga anak muda kampung yang ingin dibilang anak kota yang gaul dan modern, sera banyak lagi jenis karakter konsumen.

4. Dapat menciptakan kebiasaan dan gaya baru dalam masyarakat dalam kehidupan keseharian seperti permainan kata-kata yang menarik sebagai kendaraan untuk mengingat merk.

5. Dan masih banyak lagi pendekatan kreatif yang terus berkembang sejalan dengan karakter dan budaya masyarakat.

Bagaimana menurut anda? Ada tambahan silahkan…

Tambahan pendapat dari kolom komentar:
Pepey: "mmm.. bukannya ada juga konsumen yg ingin meniru gaya hidup yg lebih tinggi daripada gaya hidup mrk..? misalnya kesan gaya hidup luar negeri atau kota besar... sehingga si target akan serasa lebih tinggi statusnya jika memakai brand itu...."

Artikel yang berkaitan:
- Positioning
- Estetika atau komunikasi (2)
- Membuat naskah iklan yang efektif

Read More...

Minggu, 29 Maret 2009

Hard sale - soft sale


Apa yang akan anda lakukan bila anda seorang sales manager atau pemilik usaha ketika anda ingin “cuci gudang” alias menghabiskan stok barang. Tentu anda mencari cara yang paling cepat agar produk terjual dengan cepat dan habis ludes diserbu konsumen.

Apa yang akan anda lakukan?


“Hard sale”? atau “Soft sale”?


Menurut saya, cara yang pas untuk kasus anda ini yaitu dengan “hard sale” artinya mempromosikan produk secara langsung/blak-blakan tanpa basa-basi mengenai kualitas maupun harga kepada konsumen agar segera “take action” untuk membeli produk.

Untuk kasus “hard sale” cuci gudang biasanya dengan iming-iming potongan harga (diskon), hadiah langsung beli satu dapat dua atau beli minimal sekian dapat hadiah berupa hiburan, dan cara promosi berhadiah lainnya. Cara ini dijamin berhasil menarik konsumen untuk membeli tapi tentu saja faktor promosi dan kualitas/merk produk ikut menentukan.

Lain lagi ceritanya bila anda menginginkan produk anda selain laku, merknya juga dapat dikenal luas atau istilah di marketing “awareness” nya tinggi. Berarti dalam hal ini selain penjualan anda juga sedang membangun merk atau istilah marketing “brand building”.

Ada beberapa factor pendukung agar produk dapat laku dan sekaligus merk dapat dikenal luas. Selain “hard sale” anda juga harus melakukan cara “soft sale” artinya melakukan promosi produk/merk dengan cara membangun kepercayaan.

Cara “soft sale” memiliki dampak jangka panjang kebalikan dari cara “hard sale” untuk jangka pendek.

Cara “soft sale” biasanya dilakukan dengan pendekatan yang tidak langsung, tidak blak-blakan. Kebahagiaan keluarga atau kehidupan yang lebih baik menjadi salah satu contoh pendekatan ini.

Dengan mengedepankan aspek tersebut diharapkan “image/persepsi” terhadap produk dapat lebih baik untuk membangun kepercayaan masyarakat.

Makanya di dalam advertising terdapat 2 pendekatan iklan yaitu branding ad dan tactical ad. Untuk ke dua hal ini sebenarnya harus dijelaskan lebih jauh namun dapat kita bahas pada artikel lain.

Bagaimana? Apakah cukup penjelasan mengenai “hard sale” dan soft sale”? Bila masih kurang anda boleh menambahkan sekaligus memberi komentar.

Image source: http://www.dreamstime.com

Semoga bermanfaat

M. Ismail

Read More...

Minggu, 08 Maret 2009

Positioning


Oleh M. Ismail
Pernahkah anda melihat sebuah iklan yang isinya terlalu banyak pesan atau janji tentang keunggulan sebuah produk yang dijual padahal produknya cuma satu. Ya, produknya cuma satu tapi dengan beribu janji. Apakah iklan ini akan berhasil menjaring ketertarikan calon konsumen untuk mencoba produk tersebut?

Mungkin saja.


Tapi bagaimana bila kita bertanya kepada para konsumen produk tersebut. Apa saja keunggulan atau manfaat dari produk yang diiklankan? Saya yakin mereka tidak akan ingat semua. Dan saya yakin mereka hanya ingat dengan kebutuhan mereka sendiri yang berkaitan dengan produk tadi.

Ya, konsumen hanya mengingat produk yang relevan dengan kebutuhan mereka atau manfaat produk yang pernah mereka rasakan.

Sebagai contoh, bila kita sakit kepala yang kita ingat adalah merk Paramex, Panadol atau Bodrex. Ingatan terhadap merk ini merupakan daya ingat yang alami yang terbentuk dari iklan yang konsisten dalam membangun “awareness”. Padahal tentu saja produk tersebut sebenarnya memiliki keunggulan lain.

Bayangkan bila obat sakit kepala tersebut juga mengiklankan / mengkomunikasikan keunggulan lain seperti untuk turun panas karena ada paracetamol dan juga mengurangi rasa saki pada gigi. Mungkinkah konsumen akan dengan mudah mengingat merk tersebut? Saya yakin konsumen akan bingung. Lantas kenapa harus mengkomunikasikan / mengiklankan keunggulan yang unik / berbeda (positioning)?

Jawabannya persaingan. Semakin ketat persaingan maka setiap produk harus mengkomunikasikan keunggulannya kepada konsumen. Bila pesan yang dikomunikaskan terlalu banyak tentu saja konsumen akan bingung. Lebih baik mereka memilih produk yang jelas keunggulannya. Mereka menganggap produk yang fokus pada satu keunggulan lebih professional. Otomatis mereka akan dengan mudah mengingat merk produk tersebut. Bukankah ini adalah tujuan beriklan?

Oleh karena itu, iklan yang memiliki “positioning” yang unik/berbeda akan berhasil dalam merebut daya ingat konsumen dan tentu saja kepercayaan terhadap produk dapat lebih baik. Adapun bila produk memiliki keunggulan lain. Ingat saja kereta api yang membawa banyak gerbong. Kalau gerbong utama nya dapat bergerak cepat gerbong berikutnya pasti ikut, begitu juga bila keunggulan utama produk sudah banyak konsumennya keunggulan lain akan dengan mudah terbawa.

Jadi bila produk memiliki positioning yang unik akan memiliki pasarnya sendiri. Dan keberhasilan sebuah produk adalah bila sudah memiliki pelanggan yang setia/ loyal. Dan ini berasal dari “niche market”.

Bagaimana dengan produk yang pesan iklannya beragam dan memiliki cukup banyak konsumen? Jawabannya adalah ”waktu” dan “persaingan”… Waktu terus berputar, persaingan semakin ketat. Bila sebuah produk tidak memiliki positioning yang unik seiring waktu produk tersebut akan terlupakan.

Ok, sampai disini dulu. Ada komentar atau saran silahkan...

Read More...

  © Blogger template 'Neuronic' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP